Peningkatan kejadian gempabumi pada akhir tahun 2020 di Indonesia menjadi perhatian khusus BMKG. Peningkatan ini juga terjadi di wilayah Jawa Timur, tepatnya di wilayah lepas pantai Jawa Timur. Pencegahan presentase kerusakan dan korban jiwa dapat ditekan melalui kegiatan mitigasi.
Perhatian yang tinggi diberikan oleh BMKG dengan menyelenggarakan Webinar Kajian Mitigasi dan Gempa Bumi Jawa Timur pada hari Jumat, 28 Mei 2021. Webinar ini menghadirkan Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. sekalu kepala BMKG, Dra. Hj. Khofifah Indar Parawangsa, M.Si selaku gubernur Jawa Timur, bapak Gatot Subroto selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jawa Timur, Prof. Drs. Adi Susilo, M.Si., Ph.D. yang merupakan guru besar bidang geofisika Universitas Brawijaya, Prof. Sri Widiantoro, M.Sc., Ph.D yang merupakan guru besar bidang Meteorologi ITB, dan pihak-pihak BMKG yang ahli pada bidangnya masing-masing.
Pengkajian mengenai gempa tidak hanya berfokus pada gempa yang berkekuatan besar, namun juga gempa yang berkekuatan kecil. Berdasarkan pengamatan BMKG, akan terjadi peningkatan jumlah gempa yang berkekuatan kecil sebelum terjadi gempa yang berkekuatan besar. BMKG juga telah mengkaji terdapatnya zona seismik gap yang akan menimbulkan gempa berkekuatan besar. Berdasarkan analisis BMKG mengenai potensi tsunami Provinsi Jawa Timur, tinggi maksimum potensi gelombang tsunami adalah 26-29 m di Kabupaten Trenggalek dan waktu tiba tercepat adalah 20-24 menit di Kabupaten Blitar. Sedangkan tingkat resiko tertinggi yang akan mengalami genangan adalah wilayah Teluk Sumbreng, pantai Prigi Kab. Trenggalek, dan Pantai Popoh Kab. Tulungagung. Mitigasi yang dilakukan BMKG, BPBD serta pemerintah daerah adalah melakukan verifikasi lapangan, pengecekan jalur evakuasi dan posisi tempat evakuasi sementara. BMKG mengharapkan PUPR juga ikut berperan dalam pencegahan bencana melalui program penghijauan daerah pesisir maupun pengadaan shelter.
Catatan yang mejadi poin pada pembahasan ini adalah banyaknya bangunan yang ada di wilayah rawan gempa tidak tahan terhadap guncangan gempa. Berdasarkan hal tersebut, maka BPBD bersama PUSKIM menyusun SNI Retrofitting rumah sederhana tahan gempa. Kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu program mitigasi bencana. Selain itu, perlunya peningkatan kesiapsiagaan seluruh pihak yang terkait baik BPBD dan pemerintah daerah mengenai bencana ini serta pelaksanaan simulasi evakuasi sebagai salah satu bentuk sosialisasi kepada masyarakat mengenai mekanisme evakuasi mandiri dan program dari BPBD.
Pihak-pihak yang memiliki peran dalam mitigasi bencana adalah pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi atau pakar dan media massa. Namun, peran media massa kadang melenceng dari peran seharusnya. Media massa yang seharusnya mengedukasi masyarakat dan memberikaan ketenangan akan berita yang disampaikan malah membuat masyarakat panik dan ketakutan mengenai berita yang masih belum teranalisis hingga selesai. Selain itu, BMKG maupun BPBD diharapkan tidak melupakan daerah yang berdekatan dengan wilayah yang berpotensi mendapatkan dampak besar, agar masyarakat tidak beranggapan bahwa wilayahnya aman dari bencana.
Potensi gempa besar yang berkekuatan 8,7 SR di Pulau Jawa juga dipengaruhi adanya seismic gap. Sumber gempa besar atau megathurst diperkirakan berada di kedalaman 30 km ke atas. Berdasarkan simulasi selama 300 menit, gempa akan mencapai 8,7 SR dengan tinggi gelombang 12 meter. Suatu bencana bisa terjadi karena ketidaktahuan mengenai potensi yang telah ditunjukkan oleh alam, sehingga perlunya penelitian dan sosialisasi kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dihindarkan. Jawa Timur merupakan wilayah yang memiliki beberapa titik patahan aktif, seperti patahan aktif Cepu, Surabaya, Waru dll. Namun masih terdapat beberapa wilayah patahan sesar aktif yang belum diketahui.
Adanya informasi percepatan getaran tanah dapat menjadi acuan untuk melakukan mitigasi bencana agar dapat mereduksi korban melalui aspek waktu, sistem operasional dan fisik infrastruktur. Mikrozonasi diharapkan dapat mengurangi resiko gempa bumi dengan perencanaan tata kota berbasis pemetaan detail resiko gempabumi.
Sistem informasi gempabumi dan peringatan dini bencana perlu dikembangkan. Perkembangan teknologi dan informasi saat ini dapat dimanfaatkan dengan cara menyampaikan informasi-informasi penting terkait potensi bencana dan peringatan dini kepada masyarakat luas. Kompleksnya komponen yang terkait mengenai mitigasi bencana menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terhambatnya proses mitigasi bencana itu sendiri, baik peralihan jabatan yang membuat pergantian kebiajakan maupun kurangnya infrastruktur yang mendukung.
Webinar ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat sekitar mengenai pentingnya mitigasi bencana serta pembenahan pemahaman mengenai potensi bencana yang berbeda arti dengan prediksi bencana. Selain itu diperlukan kerjasama yang baik antar komponen, seperti pemerintah pusat maupun daerah, BMKG, BPBD, media massa, masyarakat dan pihak swasta lainnya.
Pewarta: Art