Liputan Webinar Kupas Tuntas IRBI 2020 dan Implementasinya Terhadap Perencanaan Pengelolaan Bencana dan Pembangunan

Pewarta: Baby Citra

Perhatian yang tinggi diberikan oleh BNPB Indonesia dengan menyelenggarakan webinar dengan topik Kupas Tuntas IRBI 2020 dan Implementasinya Terhadap Perencanaan Pengelolaan Bencana (PB) dan Pembangunan pada tanggal 14 Juli 2021. Webinar ini dihadiri oleh bapak Dr. Raditya Jati, S.Si., M.Si sebagai Deputi Bidang Sistem dan Strategi, Dr. Nuraini Rahma Hanifah dari Lipi/UNISPRE sebagai moderator, Dr. Ir. Udrekh (direktur pemetaan dan evaluasi risiko penanggulangan bencana BNPB) sebagai narasumber pertama, Bapak Toni Indrayanto (kepala bidang infrastruktur dan perwilayahan Bappeda Provinsi Jawa Timur) sebagai narasumber kedua, dan Bapak Ridwan Yunus (UNDP) sebagai narasumber ketiga. Diskusi kali ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) terhadap perencanaan penanggulangan bencana.

Dr. Nuraini Rahma Hanifa sebagai Moderator

Penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab bersama. Semua pihak harus bersinergi serta strategis dan integrasi untuk menjamin keselamatan bagi rakyat Indonesia. Pada tahun 2020 BNPB telah mengeluarkan buku indeks risiko bencana Indonesia (IRBI) yang berisi nilai indeks risiko bencana dan capaian penurunan indeks risiko bencana di tingkat kabupaten, kota dan di tingkat provinsi seluruh Indonesia. IRBI tidak hanya untuk mengukur keberhasilan atau capaian saja, tetapi merupakan cerminan mekanisme di balik capaian, yaitu tentang keberhasilan program yang subjektif. Presiden telah menetapkan Perpres 87 tahun 2010 tentang rencana indeks bencana. Dengan adanya keputusan tersebut, resiliensi dapat menjadi suatu catatan untuk bergerak menuju satu resensi bangsa.

IRBI pertama kali dimasukkan dalam perhitungan indeks rawan bencana pada tahun 2011. IRBI menjadi salah satu alat ukur indikator kinerja utamanya bagi kepala daerah. Hal sangat penting agar masing-masing daerah turut serta mendukung dan memperkuat kinerjanya dalam hal Pengelolaan Bencana. Salah satu upaya mengurangi risiko adalah ikut sertanya masyarakat dalam menyelamatkan aset pembangunan. Kejadian bencana dalam sekejap dapat menyebabkan kerusakan, kerugian, korban jiwa. Pembangunan selama ini bisa rusak begitu saja karena adanya bencana yang tidak dapat diantisipasi.

Dr. Ir. Udrekh, S.E., M.Sc (Direktur Pemetaan dan Evaluasi Resiko Bencana BNPB)

Dari segi sejarah, kegiatan IRBI merupakan permintaan Kemenkeu. Ada 9 jenis ancaman multibahaya yaitu bencana gelombang ekstrim dan abrasi, bencana cuaca ekstrim, bencana gempa bumi, bencana gunung api, bencana kebakaran hutan dan lahan, bencana kekeringan, bencana tanah longsor, bencana tsunami dan bencana banjir. IRBI juga menjadi sasaran strategis Renstra BNPB 2020-2024. Target kinerja 2020-2024 diharapkan menurunnya resiko bencana hingga 10%.

Kerangka pengukuran IRBI, komponen yang diukur adalah penilaian IKD yang dilakukan pada akhir tahun. Jawaban IKD harus dilengkapi bukti verifikasi. Verifikasi dilakukan bertingkat dari kabupaten, kota, provindi, BNPN. Setiap tingkat verifikasi memiliki akun berupa username dan password. BNPB juga telah menyediakan portal berbasis website yang dapat diakses (http://admin.inarisk.bnpb.go.id/).

Alur perhitungan IRBI dimulai dari pengumpulan data, kemudian verifikasi atau kesesuaian antara data dan bukti verifikasi. Selanjutnya dilakukan perhitungan IRBI. Dalam perhitungan ini telah terdapat perumusan dan skoring yang kemudian diterbitkan dalam bentuk dokumen buku. Capaian IRBI 2019-2020 rata-rata nasional adalah sebesar 1,64%. Pada IRBI 2020 terdapat 277 kab/kota dengan nilai indeks resiko sedang, kemudian 237 kab/kota dengan nilai indeks resiko tinggi. Dalam peta IRBI, terdapat daerah dengan tingkat level berbeda yang dilihat melalui warna. Warna merah menggambarkan tingkat resiko tinggi, kuning sedang, dan hijau tingkat resiko rendah. Jika dilakukan perbandingan antara tahun 2013 dan 2020, terjadi peningkatan pola yang  signifikan. Indeks warna resiko sudah banyak berubah dari warna merah menjadi kuning (tingkat resiko sedang).

Gambaran Indeks Resiko Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan indeks risiko kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, terjadi penurunan nilai yang cukup baik di beberapa daerah. Jumlah kejadian bencana di Provinsi Jawa Timur tahun 2015-2020 cukup fluktuatif, namun pada tahun 2020 mengalami penurunan. Bencana yang paling sering terjadi yaitu angin puting beliung. Selain itu, bencana banjir dan kebakaran hutan cukup banyak terjadi di tahun 2020.

Bapak Toni Indrayanto, kepala bidang infrastruktur dan perwilayahan BAPPEDA Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan data geodemografi Provinsi Jawa Timur, terdapat 38 kabupaten/kota, 666 kecamatan, 8.501 desa/kelurahan dengan total 7 gunung berapi aktif, 194 DAS dan 5 sungai. Di Jawa Timur terdapat 13 resiko bencana yang dipengaruhi oleh kerentanan likuifaksi daerah. Sebagian besar kejadian bencana di Jawa Timur yaitu bencana banjir, karena dapat dilihat dari data geodemografi sebelumnya bahwa jumlah DAS di Jawa Timur cukup banyak. Sosialisasi maupun peringatan dini kepada masyarakat menjadi bagian dari kegiatan mitigasi bencana di tingkat provinsi.

Pandemi saat ini sangat mempengaruhi perekonomian di Jawa Timur dan berdampak terhadap presentase penduduk miskin. Tingkat kemiskinan tahun 2020 mengalami kenaikan tertinggi dalam 6 tahun terakhir. Kenaikan ini merupakan dampak dari pandemi COVID-19 yang berdampak pada menurunnya tingkat pengeluaran perkapita masyarakat. Namun, kebijakan pembangunan terus diupayakan untuk meningkatkan arah kebijakan dan strategi penanggulangan bencana.

Dalam pelaksanaan penyelenggaraan penanggulangan bencana, terdapat lima hal penting yang dilakukan dalam program dan kegiatan yaitu: (1) memperhatikan peta rawan bencana, (2) pelibatan akademisi/pakar kebencanaan, (3) pembangunan sistem peringatan dini/akses informasi, (4) melakukan edukasi kebencanaan, dan (5) melakukan simulasi latihan penanganan bencana secara berkala dan teratur.

Bapak Ridwan Yunus praktisi bencana – UNDP/IABI

Dasar pengukuran IBRI yaitu dari kajian risiko. Di dalam pedoman IRBI, setiap pengkajian resiko menghasilkan 2 luaran yaitu dokumen kajian risiko bencana dan peta risiko bencana. Konsep awal Risiko Bencana menggunakan pendekatan bahaya dengan salah satu caranya adalah menurunkan kerentanan. Risiko dapat diturunkan dengan meningkatkan kapasitas, sementara bahaya (hazard) ada yang tidak bisa diintervensi.

Dalam implementasinya, pengukuran IKD dimulai dari proses inisiatif, kemudian diukur output, selanjutnya dengan 71 indikator diukur outcome, kemudian diukur impact yang didapat. Tujuan akhir adalah safe more land (menyelamatkan orang lebih banyak). Suatu keuntungan dapat diukur dari aktivitas-aktivitas tertentu yang bermanfaat bagi banyak masyarakat. Pengukuran proses ini mengikuti pedomen IPO-OBI dengan 7 target standar yang telah ditetapkan.

Rekaman webinar ini dapat disimak pada tautan:

Kupas Tuntas IRBI 2020 dan Implementasinya Terhadap Perencanaan PB dan Pembangunan – YouTube