Dampak Perubahan Iklim: Suhu Semakin Panas Beriringan dengan Kehidupan Bermasyarakat yang Semakin Memanas

Pewarta: Art

Topik “Perubahan Iklim” tetap menjadi topik hangat dalam beberapa dekade terakhir. Hal tersebut tidak lepas dari fenomena alam yang semakin mengkhawatirkan. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) melaporkan bahwa suhu bumi telah meningkat sebesar 0,14° Fahrenheit (0,08° Celcius) per dekade sejak 1880, tetapi laju pemanasan menjadi dua kali lipatnya 0,32° F (0,18° C) per dekade  sejak 1981.

Kenaikan suhu permukaan ini berdampak langsung pada lingkungan, baik dari cuaca ekstrim yang terjadi, banyaknya bencana alam seperti kebakaran hutan, banjir (Gambar 1), dan kekeringan di beberapa wilayah di dunia. Namun, ternyata perubahan iklim ini tidak hanya berdampak kepada lingkungan, namun kehidupan yang ada di bumi juga merasakan dampak dari perubahan iklim yang terjadi.

Gambar 1. Bencana banjir yang melanda beberapa negara (Sumber : The Economist, 2021)

Penurunan produktivitas yang juga menjadi penyebab penurunan pendapatan masyarakat (Gambar 2), tidak hanya dirasakan di Amerika. Masyarakat wilayah Asia Tenggara juga merasakan dampak dari kenaikan suhu ini. Penurunan pendapatan di Thailand mencapai 5%. Apabila tidak diatasi, maka diperkirakan penurunan akan terus bertambah hingga $15 Miliyar pada tahun 2050. Sektor yang paling terdampak di Thailand adalah driver tuktuk dan para penjual kaki lima. Selain Thailand, negara yang merasakan pengaruh peningkatan suhu adalah Bangladesh. Penurunan produktivitas di Bangladesh mencapai 8% atau sekitar $6-12 Miliyar. Sektor yang paling terdampak adalah pekerja garmen, transportasi, manufaktur, dan penjual pasar.

Gambar 2. Grafik hubungan antara temperatur dan pendapatan
(Sumber: Economic World Forum, 2015)

Selain itu, terdapat penelitian yang sangat menarik. Perubahan iklim memberikan dampak buruk bagi kesehatan mental (Gambar 3). Hal tersebut mengacu pada laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Banyak korban bencana alam seperti banjir dan badai besar mengalami trauma karena kehilangan orang tersayang selama bencana terjadi. Selain itu, ketika terjadi kekeringan, fenomena krisis air dan pangan menjadikan banyak perusahaan melakukan pemecatan. Korban pemecatan mengalami guncangan mental, baik karena tidak bekerja atau tidak memiliki rumah bahkan ketakutan akan tidak adanya air atau makanan. Hubungan mengenai kenaikan suhu dan kesehatan mental masih dipertanyakan. Namun, hipotesis yang sangat kuat saat ini adalah semakin tinggi temperatur semakin memperburuk mood individu.

Gambar 3. Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan mental
(Sumber: Economic World Forum, 2022)

Tidak hanya pada sektor kesehatan mental, namun kenaikan suhu juga meningkatkan frekuensi terjadinya konflik. Kekerasan dalam rumah tangga, kemarahan di jalan, penyerangan, pembunuhan, dan pemerkosaan meningkat 2,4% seiring menaiknya standar deviasi suhu. Sedangkan konflik kelompok seperti kerusuhan, kekerasan etnis, invasi tanah, kekerasan geng, perang saudara dan ketidakstabilan politik meningkat 11,3% untuk setiap kenaikan standar deviasi suhu. Peningkatan suhu menjadi faktor yang dapat meningkatkan peluang terjadinya konflik. Konflik terjadi karena interaksi sosial tertentu yang disebabkan oleh masing-masing individu maupun kelompok.

Berdasarkan peta wilayah dunia yang terdampak perubahan iklim yang telah dilekuarkan oleh IPCC (Gambar 4), wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah yang sangat terdampak akan perubahan temperatur bumi. Indonesia termasuk di dalamnya. Hal tersebut dikarenakan karena wilayah geografis, serta penghasilan di wilayah Indonesia yang tergolong kecil. Diperlukan ketahanan yang kuat dari tiap negara untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim yang akan terus memburuk seiring berjalannya waktu.

Gambar 4. Peta tingkat bahaya perubahan iklim (Sumber: Economic World Forum, 2021)

Ada beberapa contoh inovatif untuk membangun ketahanan terhadap bahaya iklim seperti sistem tanggul yang dirancang ulang dan direkontstruksi setelah Badai Katrina. Perusahaan teknik sipil dapat berpartisipasi dalam kemitraan publik-swasta yang inovatif untuk mempercepat proyek infrastruktur. Perusahaan di sektor pertanian dan pangan dapat membantu petani di seluruh dunia mengurangi dampak bahaya iklim terhadap produksi pangan. Hal tersebut dapat berupa tawaran pembiayaan sehingga mendorong petani untuk berinvestasi dalam ketahanan. Sektor jasa keuangan dapat terlibat dengan menawarkan tingkat pembiayaan yang lebih baik kepada peminjam yang setuju untuk mengungkapkan dan mengurangi emisi serta mencapai kemajuan berkelanjutan.